KELAS
KATA
A. VERBA
Kata dikatakan berkategori verba
jika dalam frasa dapat didampingi partikel tidak
dalam konstruksi dan tidak dapat didampingi partikel di, ke, dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak. Berdasarkan
bentuknya verba dibedakan menjadi:
1.
Verba Dasar Bebas
Adalah verba yang berupa morfem dasar bebas.
Contoh: nonton, makan,
mandi, minum, pergi, pulang, lari, loncat.
2.
Verba Turunan
Adalah verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi,
gabungan proses atau berupa paduan leksem. Bentuk turunannya, yaitu:
a. Verba Berafiks
Contoh: berdandan, terbayang, kerinduan, kecelakaan, memasak, bekerja,
menjalani.
b. Verba Bereduplikasi
Contoh: lari-lari, ingat-ingat, maju-maju, semangat-semangat, malas-malas.
c. Verba Berproses Gabungan
Contoh: bercanda-canda, tersenyum-senyum, terbayang-bayang, berandai-andai.
d. Verba Majemuk
Contoh: buah tangan, cuci mata, unjuk gigi, adu domba, campur tangan, main
hakim.
Subkategorisasi verba dapat dibagi
sebagai berikut.
1. Berdasarkan
Banyaknya Nomina yang Mendampingi
a. Verba
Intransitif
Adalah verba yang menghindarkan objek. Klausa yang memakai
verba ini hanya mempunyai satu nomina. Dalam verba ini terdapat verba yang berpadu dengan nomina,
misalnya alih bahasa, campur tangan, cuci
mata, bersepeda, bersepatu. Ada juga verba
yang tidak bisa bergabung dengan perfiks me-, ber- tanpa mengubah makna
dasarnya, disebut kata kerja aus.
Contoh: ada, balik (= kembali),
bangun, benci akan, cinta akan, diam (= tidak bergerak).
b. Verba
Transitif
Adalah verba yang harus mendampingi obyek. Berdasarkan
banyaknya obyek, terdapat beberapa verba:
§ Verba
monotransitif, yaitu verba yang mempunyai satu obyek.
Contoh: saya (S) membeli buku (O).
§ Verba
bitransitif, yaitu verba yang mempunyai dua obyek.
Contoh: ibu (S) membawa adik (O tak langsung) kue (O
langsung).
§ Verba
ditransitif, yaitu verba yang obyeknya tidak muncul.
Contoh: Adik sedang makan.
2. Berdasarkan
Hubungan Verba dengan Nomina
a.
Verba aktif, yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai pelaku,
biasanya berprefiks me-, ber-, atau
tanpa prefiks.
Contoh: Aku menunggu
hingga akhir waktu.
Jika ditandai dengan sufiks –kan, akan bermakna benefaktif atau kausatif.
Contohnya: Ibu memasakkan
ayah rendang.
Jika ditandai dengan sufiks –i , akan bermakna lokatif atau repetitif.
Contoh: Inez mengambili
kerikil di halaman.
b.
Verba pasif, yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai penderita,
sasaran, atau hasil. Biasanya diawali dengan prefiks di- atau ter-. Apabila
ditandai dengan prefiks ter- maka
bermakna perfektif.
Contoh: Orang itu tertabrak mobilku.
Pada umumnya verba pasif dapat diubah menjadi verba aktif
dengan cara mengganti afiksnya.
Contoh: Orang itu tertabrak
mobilku ----- Mobilku menabrak
orang itu.
c.
Verba anti-aktif (ergatif), yaitu verba pasif yang tidak dapat
diubah menjadi verba aktif dan subyeknya merupakan penanggap (menderita,
merasakan).
Contoh: Jariku tertusuk
jarum.
d.
Verba anti-pasif, yaitu verba yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
Contoh: Ia mencium kening Rina untuk
terakhir kalinya.
3. Berdasarkan
Interaksi antara Nomina Pendampingnya
a. Verba
resiprokal,
yaitu verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan
perbuatan tersebut dilakukan dengan saling berbalasan. Beberapa bentuk verba
resiprokal:
1) ber+calon verba yang mempunyai sifat
resiprokal, contoh: berperang
2) ber+verba dasar+an, contoh: berpegangan
3) ber+reduplikasi verba dasar+an,
contoh: bersalam-salaman
4) saling me+verba dasar+i, contoh: saling memukuli
5) baku+verba dasar, contoh: baku tembak
6) verba dasar1 + me+ verba dasar2, contoh: tolong menolong
7) reduplikasi verba + an, contoh: cubit-cubitan
8) saling ter- verba dasar, contoh: cubit-cubitan
9) saling ke+verba dasar+an, contoh: saling kehilangan
10) me+verba+ -i/-kan+satu sama lain, contoh: memaafkan satu sama lain.
b.
Verba non-resiprokal, yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan
oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.
4. Berdasarkan
Referensi Argumennya
a. Verba refleksif, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai
referen yang sama.
b. Verba non refleksi, yaitu verba yang kedua argumennya
mempunyai referen yang berlainan.
5. Berdasarkan
Hubungan Identifikasi antara Argumen-argumennya
a. Verba kopulatif, yaitu verba yang mempunyai potensi untuk
ditanggalkan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang bersangkutan.
Contoh: merupakan,
adalah.
b. Verba ekuatif, yaitu verba yang mengungkapkan ciri salah
satu argumennya.
Contoh: berjumlah,
berlandaskan.
6. Verba
Telis dan Verba Atelis
a. Verba telis menyatakan bahwa perbuatan tuntas atau
bersasaran, sedangkan verba atelis menyatakan bahwa perbuatan belum tuntas.
Contoh: Ayah
mencangkul sawah---ayah bercangkul sawah.
b. Verba performatif dan verba
konstatatif, dibedakan menjadi:
1) verba performatif, yaitu verba dalam kalimat yang secara
langsung mengungkapkan pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan
kalimat.
Contoh: mengucapkan,
menyebutkan
2) verba konstatif, yaitu verba dalam kalimat yang menyatakan
atau mengandung gambaran tentang suatu peristiwa.
Contoh: menulis, menembaki.
Perpindahan Kategori
Selain bentuk dasar dan turunan verbal murni, terdapat pula
verba yang berasal dari kategori lain, verba demikian ialah:
1) verba denominal, yaitu verbayang berasal dari nomina,
contoh: memahat,
membatu, berduri, berbudaya
2) verba adjektival, yaitu verba yang berasal dari ajektiva,
contoh: menghina,
meyakinkan
3) verba deadverbial, yaitu verba yang berasal dari adverbial
contoh: menyudahi,
bersungguh-sungguh.
B. AJEKTIVA
Ajektiva adalah kategori yang
ditandai oleh kemungkinannya untuk bergabung dengan partikel tidak, mendampingi
nomina, atau didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, mempunyai ciri-ciri morfologis seperti –er (dalam honorer), -if (dalam sensitif), dan –i (dalam alami), dan dibentuk menjadi
nomina dengan konfiks ke-an seperti
keyakinan. Dari bentuknya ajektiva dapat dibedakan menjadi:
1.
Ajektiva Dasar
a.
Dapat diuji dengan kata sangat,
lebih, misalnya: adil, agung, bahagia, bersih,
cemberut, canggung, dungu, disiplin, enggan, elok, fanatik, fatal, ganteng,
galau, haus, halus, indah, iseng, jelita, jahat, kenyal, kabur, lambat, lancar,
mahal, manis, nakal, netral, otentik, padat, paham, ramai, rapat, sadar, sabar,
taat, takut, untung, ulet, dsb.
b.
Tidak dapat diuji dengan kata
sangat, lebih, misalnya: buntu, cacat,
gaib, ganda, genap, interlokal, kejur, lancing, langsung, laun, musnah,
niskala, pelak, tentu, tunggal, dsb.
2.
Ajektiva Turunan
a. Ajektiva turunan berafiks misalnya terhormat.
b. Ajektiva bereduplikasi, misalnya ringan-ringan.
c. Ajektiva berafiks R-an atau ke-an, misalnya kemalu-maluan.
d. Ajektiva berafiks –i, misalnya alami, alamiah (alam).
e. Ajektiva yang berasal dari pelbagai kelas dengan proses-proses
sebagai berikut.
1) Deverbalisasi, misal: mencekam,
menjengkelkan, terpaksa, tersinggung, dll.
2) Denominalisasi, misal: pelupa,
pemalas, rahasia, perwira, ahli, malam, panjang, dll.
3)
De-adverbialisasi, misal: bertambah, melebih, mungkin, menyengat,
berkurang, dll.
4) Denumeralia, misal: menunggal,
mendua, menyeluruh.
5) De-interjeksi, misal: aduhai,
asoi, sip, wah, yahud.
3.
Ajektiva Majemuk
a.
Subordinatif: kepala dingin, juling bahasa, buta huruf, keras kepala, tipis bibir,
sempit hati, patah lidah, panjang akal, cepat lidah, besar mulut, busuk tangan,
lupa daratan, dll.
b. Koordinatif: lemah
gemulai, riang gembira, suka duka, lemah lembut, tua muda, senasib
seperjuangan, letih lesu, gagah perkasa, aman sentosa, besar kecil, baik buruk,
dll.
Subkategorisasi ajektiva, dibagi ke dalam dua macam kategori
ajektiva sebagai berikut.
a. (1) ajektiva predikatif, yaitu ajektiva yang dapat menempati
posisi predikat dalam klausa, misalnya susah,
hangat, sulit, mahal
(2) ajektiva atributif, yaitu ajektiva yang mendampingi
nomina dalam frase nominal, misalnya nasional,
niskala
b. (1) ajektiva bertaraf, yakni yang dapat berdampingan
dengan agak, sangat, dan sebagainya
seperti pekat, makmur
(2)
ajektiva tak bertaraf, yakni yang tidak
dapat berdampingan dengan agak, sangat,
dan sebagainya, seperti nasional, intern.
Pemakaian Ajektiva
Ajektiva dapat mengambil bentuk
perbandingan, dan perbandingan itu dapat dibagi atas empat tingkat.
1) Tingkat positif, yaitu yang menerangkan bahwa nomina dalam
keadaan biasa.
Contoh: Kamarku
sempit.
2) Tingkat komparatif yang menerangkan bahwa keadaan nomina
melebihi keadaan nomina lain. Contoh: Kamarku lebih sempit dari pada kamar adikku.
3) Tingkat superlatif, yang menerangkan bahwa keadaan nomina
melebihi keadaan beberapa atau semua nomina lain yang dibandingkannya.
Contoh: Shinta murid yang paling cantik di kelas. Dapat pula dinyatakan dengan prefiks –ter,
menjadi: Shinta murid tercantik di
kelas.
4) Tingkat eksesif, yang menerangkan bahwa keadaan nomina
berlebih-lebihan.
Contoh: Pertunjukan pagi itu amat sangat ramai.
Selain itu, dapat pula menggunakan dengan kata alangkah, bukan main, dan maha.
C. NOMINA
Nomina adalah kategori yang secara
sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak dan mempunyai potensi untuk
didahului oleh partikel dari. Nomina
berbentuk:
1.
Nomina dasar, seperti radio,
udara, kertas, barat, kemarin, dll.
2.
Nomina turunan, terbagi atas:
a. Nomina berafiks, seperti keuangan,
perpaduan, gerigi.
b. Nomina reduplikasi, seperti gedung-gedung, tetamu, pepatah.
c. Nomina hasil gabungan proses, seperti batu-batuan, kesinambungan.
d. Nomina yang berasal dari pelbagai kelas karena proses:
1) deverbalisasi, seperti pengangguran,
pemandian, pengembangan, kebersamaan
2) deajektivalisasi, seperti ketinggian, leluhur
3) denumeralisasi, seperti kepelbagaian,
kesatuan
4) deadverbialisasi, seperti keterlaluan, kelebihan
5) penggabungan, seperti jatuhnya,
tridarma.
3.
Nomina paduan leksem, seperti daya juang,
cetak lepas, loncat indah, tertib acara, jejak langkah.
4.
Nomina paduan leksem gabungan, seperti pendayagunaan, ketatabahasaan, pengambilalihan, kejaksaaan tinggi.
Subkategorisasi terhadap nomina dapat dilakukan
dengan membedakan:
1.
Nomina Bernyawa dan Nomina Tak Bernyawa
Nomina bernyawa dapat disubtitusikan
dengan ia atau mereka, sedangkan yang tak bernyawa tidak.
a.
Nomina Bernyawa dapat dibagi atas:
1)
Nomina persona (insan), memiliki ciri-ciri a) dapat disubtitusikan dengan ia, dia, atau mereka, b) dapat didahului partikel si. Yang tergolong dalam nomina persona ialah:
a) Nama diri, seperti Meilan,
Byan, Adit. Nama diri sebagai nama tidak dapat direduplikasikan. Bila
direduplikasikan ia menjadi nomina kolektif.
b) Nomina kekerabatan, seperti kakek, nenek, kakak, adik, bapak, ibu, anak.
c) Nomina yang menyatakan orang atau yang diperlakukan seperti
orang, seperti tuan, nyonya, nona,
raksasa, hantu, malaikat.
d) Nama kelompok manusia, seperti Jepang, Malaysia, Minang kabau.
e) Nomina tak bernyawa yang dipersonifikasikan seperti MPR (nama lembaga.)
2)
Flora dan fauna mempunyai ciri sintaksis
a) tidak dapat disubtitusikan dengan ia, dia, mereka,
b) tidak dapat didahului partikel si, kecualii flora dan fauna seperti yang personifikasikan dengan si kancil, si kambing.
b.
Nomina Tak Bernyawa dapat dibagi:
1) Nama lembaga, seperti DPR, MPR, DPRD, UUD.
2) Konsep geografis, seperti Bali, Purbalingga, utara, selatan hilir,
hulu.
3) Waktu, seperti Senin, Rabu, Mei, besok, lusa, 1988.
4) Nama bahasa, seperti bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa
Banyumas.
5) Ukuran dan takaran, seperti karung, guni, pikul, gram, ons, kilometer
6) Tiruan bunyi, seperti aum, dengung, kokok.
2.
Nomina Terbilang dan Nomina Tak Terbilang
Nomina terbilang ialah nomina yang
dapat dihitung dan dapat didampingi oleh numeralia, seperti buku, sepeda, kursi, meja. Nomian tak
terbilang ialah nomina yang tidak dapat didampingi oleh numeralia seperti kebersihan, kesucian; termasuk pula
nama diri dan nama geografis.
3.
Nomina Kolektif dan Bukan Kolektif
Nomina kolektif mempunyai ciri dapat
disubtitusikan dengan mereka. Nomina
kolektif terdiri atas nomina dasar seperti tentara, keluarga; dan nomina
turunan seperti tepung-tepungan, minuman, wangi-wangian.
Contoh nomina kolektif:
asinan cairan hadirin lauk-pauk buah-buahan
aubade catatan jamaah masyarakat duet
batalyon dasar kawanan ratusan tritunggal
Penggunaan nomina di samping untuk menunjuk benda juga
dipakai sebagai berikut.
1. Sebagai penggolong benda, yang dipakai bersama numeralia
untuk menandai kekhususan nomina tertentu. Contoh: bahu, carik, kecap, pucuk.
2.
Nomina tempat dan arah, seperti kanan, kiri, barat, selatan.
3. Tiruan bunyi, seperti aum,
deram, deru, krang kring.
4. Makian, seperti monyet,
anjing, bangsat.
5. Sapaan, dibagi atas enam:
a. nama diri, seperti Mari ke sini, Mey.
b. nomina kekerabatan: Kak,
kok baru pulang?
c. gelar dan pangkat: Selamat pagi, Prof.
d. kata pelaku yang berbentuk pe + verb: Pendengar yang terhormat.
e. bentuk nomina + -ku: oh Tuhanku,
ampuni dosa-dosa hamba.
f. nomina lain: Ini jaket
Tuan.
6. Kuantita, seperti
bidang cekak gelas hasta langkah pikul
bongkah depa goni ikat onggok puntung
canting dulang guci kepal papan tusuk
7. Ukuran, seperti gram,
kilo, ons, sentimeter, kilogram, inci.
8. Petunjuk waktu, seperti kemarin,
lusa, besok, petang, malam, zaman.
9. Hipostatis, yaitu kata berkelas apa saja yang “diangkat”
dari wacana dan dibicarakan dalam metabahasa, misalnya kata berat dalam kalimat
“berat terdiri dari lima fonem, dan maknanya berlawanan dengan ringan”.
Proses
nominalisasi
ialah proses pembentukan nomina yang berasal dari morfem atau kelas kata yang
lain. Proses ini dapat terjadi dengan:
1. Afiksasi
Berdasarkan pada kemungkinan kombinasinya, nomina turunan
dapat dibagi atas bentuk yang beafiks dengan:
a. ke-, pe-, dan per-, contoh: pembicara, pelaut, keamanan, pertapa
b. an-, contoh: sayuran, manisan
c. ke-an, pe-an, dan per-an, contoh: pemeriksaan, penghargaan, pertanyaan
2. Proses nominalisasi dengan si dan sang, contoh: si manis, si kecil, sang dewi.
3. Proses nominalisasi dengan yang, dengan menambahkan yang di depan dasar kita diperoleh bentuk
nomina seperti: yang lari, yang cantik.
D. PRONOMINA
Pronomina adalah kategori yang
berfungsi untuk menggantikan nomina, yang digantikan itu disebut anteseden.
Subkategorisasi, pronominal
1. Dilihat dari hubungannya dengan nomina, yaitu ada atau
tidaknya anteseden dalam wacana.
Berdasarkan hal itu, dibagi lagi menjadi:
a.
Pronomina Intertekstual
Bila anteseden terdapat sebelum pronomina, itu dikatakan
anaforis, sedangkan bila enteseden muncul
sesudah pronomina, hal itu disebut kataforis.
Contoh anaforis: Pak Arif sepupu Bapak. Rumahnya dekat.
ò
Antaseden bersifat kataforis: Dengan
gayanya yang berapi-api itu, Soekarno berhasil menarik massa
ò
Antaseden (Nya yang bersifat kataforis ini hanya bersifat intrakalimat).
b. Pronomina ekstratekstual, yang menggantikan nomina yang
terdapat di luar wacana, bersifat deiktis.
Contoh: Itu yang kukatakan.
2. Dilihat dari jelas atau tidaknya referennya
a.
Pronomina Taktrif
Pronomina taktrif yaitu menggantikan nomina yang
referennya jelas. Pronomina ini terbatas pada pronomina persona.
§ Pronomina
persona I: saya, aku, kami, kita
§ Pronomina
II: kamu, kalian
§ Pronomina
III: dia, mereka
§ Pronomina
tak takrif, yaitu pronomina yang tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu.
Contoh: seseorang, barang siapa.
b.
Pemakaian Pronomina
1) Dalam ragam nonstandar jumlah pronomina lebih banyak
daripada yang terdaftar tersebut, karena pemakaian nonstandar tergantung dari
daerah pemakaiannya.
2) Dalam bahasa kuna juga terdapat pronomina, seperti baginda.
3) Semua pronomina tersebut hanya dapat mengganti nomina orang,
nama orang, atau hal lain yang dipersonifikasikan.
Alisjahbana
menulis beberapa buku.
Mereka tebal-tebal.
E. NUMERALIA
Numeralia adalah kategori yang dapat 1)
mendamping nomina dalam konstruksi sintaksis, 2) mempunyai potensi untuk
mendampingi numeralia lain, 3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau sangat.
Subkategorisasi
1.
Numeralia Takrif,
Numeralia takrif yaitu numeralia yang menyatakan jumlah yang
tentu. Golongan ini terbagi atas:
a) Numeralia utama (kardinal)
b) Bilangan penuh, yaitu numeralia utama yang menyatakan jumlah
tertentu. Dapat berdiri tanpa bantuan kata lain. Contoh: satu, tiga. Numeralia
utama dapat dihubungkan langsung dengan satuan waktu, harga uang, ukuran,
panjang, dan sebagainya.
c) Bilangan pecahan, yaitu numeralia yang terdiri atas
pembilang dan penyebut yang dibubuhi dengan partikel per- misalnya: dua
pertiga, limaperenam.
d) Bilangan gugus, seperti likur: bilangan antara 20 dan 30,
misalnya selikur: 21, dua likur: 23.
2.
Numeralia Tingkat
Adalah numeralia takrif yang melambangkan urutan dalam
jumlah dan berstruktur ke + Num. Contoh: Catatan ketiga sudah diperbaiki.
3.
Numeralia Kolektif
Adalah
numeralia takrif yang berstruktur ke +
Num, ber- + N, ber- + NR, ber- + Num R atau Num + -an.
Contoh: Ribuan kaum buruh melakukan demonstrasi.
4.
Numeralia Tak Takrif
Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah
yang tak tentu. Misalnya berapa,
sekalian, semua, segenap.
F. ADVERBIA
Adverbia adalah kategori yang dapat
mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis.
Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan, karena adverbia merupakan
konsep kategori, sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Bentuk adverbia:
1. Adverbia
dasar bebas,
contoh: alangkah, agak, akan, belum,
bisa.
2. Adverbia
turunan, yang
terbagi atas:
a. Adverbia turunan yang tidak berpindah kelas terdiri dari:
1) Adverbia bereduplikasi, seperti jangan-jangan, lagi-lagi
2) Adverbia gabunga, misalnya tidak boleh tidak
b. Adverbia turunan yang berasal dari pelbagai kelas:
1) Adverbia berafiks, misalnya terlampau, sekali
2) Adverbia dari kategori lain karena reduplikasi, misalnya
akhir-akhir, sendiri-sendiri
3) Adverbia de-ajektiva, misalnya awas-awas, benar-benar
4) Adverbia denumeralia, misalnya dua-dua
5) Adverbia deverbal, kira-kira, tahu-tahu
6) Adverbia yang terjadi dari gabungan kategori lain dan
pronomina, misalnya rasanya, rupanya
7) Adverbia deverbal gabungan, misalnya ingin benar, tidak
terkatakn lagi
8) Adverbia de ajektival gabungan, misalnya tidak lebih, kerap
kali.
9) Gabunga proses, misalnya :
se- +A +-nya: sebaiknya
Subkategorisasi adverbial dibagi dua, yaitu:
1) adverbia intraklausal yang berkontruksi dengan verba,
ajektiva, numeralia, atau adverba lainnya, contoh: masih,
sudah, sungguh,
2) adverbia ekstraklausal, secara sintaksis mempunyai
kemungkinan untuk berpindah-pindah posisi dan secara semantis mengungkapkan
prihal atau tingkat proposisi secara keseluruhan, contoh: bukan, justru, mungkin.
Pemakaian Adverbia dalam bahasa Indonesia digunakan
untuk menerangkan:
1) Aspek, yaitu apakah suatu pekerjaan, peristiwa, keadaan,
atau sifat dapat berlangsung (duratif), sudah selesai berlangsung (perfektif),
belum selesai (imperfek), atau mulai berlangsung (inkoatif).
2) Modalitas, menerangkan sikap atau suasana pembicara yang
menyangkut pembicaraan, peristiwa, keadaan, atau sifat.
3) Kuantitas, yaitu menerangkan frekuensi atau jumlah
terjadinya suatu peristiwa, keadaan, dan sifat.
4) Kualitas, menerangkan sifat atau nilai suatu perbuatan,
peristiwa, keadaan, atau sifat.
G. INTEROGATIVA
Interogativa adalah kategori dalam kalimat
interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh
pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin
diketahui dan apa yang dikukuhkan itu disebut antesenden (ada di luar
wacana) dan karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.
§ Interogativa
dasar: apa, bila, bukan, kapan, mana,
masa.
§ Interogativa
turunan: apabila, apaan, apa-apaan,
bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, bilamana, bilakah, bukankah, dengan
apa, di mana, ke mana, manakah, kenapa, mengapa, ngapain, siapa, yang mana,
masakan.
§ Interogativa
terikat: kah dan tah.
Jenis dan Pemakainnya
a. apa, digunakan untuk:
1) menanyakan nomina bukan manusia, misal:
Apa yang menyebabkan kau tidak
menerimaku?
Apa yang dapat kulakukan untukmu?
2) menanyakan proposisi yang jawabannya mungkin berlawanan,
misal:
Apa emailku sudah kau baca? (Jawaban bisa sudah atau belum).
3) mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara, misal: Apa benar seperti itu?
4)
dalam kalimat retoris, misal: Apa pantas seorang anak pejabat mencuri?
b. bila, digunakan untuk menanyakan waktu,
misal: Bila kekasihku datang?
c. kah, digunakan untuk:
1) mengukuhkan bagian kalimat yang
diikuti oleh kah, misal:
Mungkinkah kau jadi milikku?
2) menanyakan pilihan di antara
bagian-bagian kalimat yang didahului oleh kah, misal: Berlari atau berenangkah temanmu itu?
3) dalam ragam standar yang sangat
resmidigunakan untukmelengkapi interogativa apa, mana, bagaimana, beberapa, di
mana, mengapa, siapa, misal:
Siapakah
yang akan menjadi teman hidupku?
d. kapan, digunakan untuk menanyakan waktu,
misal: Kapan kau akan menikahiku?
e. mana, digunakan untuk
1) menanyakan salah seorang atau salah
satu benda atau hal dari suatu kelompok atau kumpulan, misal: Wanita mana yang akan kau pilih?
2) Menanyakan pilihan, misal: Dia atau diriku?
f. tah, digunakan dalam bahasa arkais untuk
bertanya kepada diri sendiri, misal:
Apatah
dayaku dengan ketidaksempurnaanku?
g. apabila, digunakan dalam bahasa yang agak
arkais untuk menanyakan waktu, misal: Apabila
dia melamarku?
h. apakala, digunakan dalam bahasa yang arkais
untuk waktu, sama dengan apabila.
i. apaan, digunakan dalam ragam non-standar
seperti halnya dengan apa; kadang-kadang dengan nada yang meremehkan, misal: Makanan apaan itu?
j. apa-apaan, digunakan dalam ragam non-standar
untuk menanyakan tindakan, tanpa mengharap jawaban, misal: Apa-apaan kau ini?
k. bagaimana, digunakan untuk:
1) menanyakan cara perbuatan, misal: Bagaimana caranya kau meyakinkanku?
2) menanyakan akibat suatu tindakan,
misal: Bagaimana kalau dia tidak datang?
3) meminta kesempatan dari lawan bicara
(diikuti kata kalau, misal:
Bagaimana kalau bulan madu kita ke
Bali?
4) menanyakan kualifikasi atau evaluasi
atas suatu gagasan, misal:
Bagaimana
menurutmu?
l. berapa, digunakan untuk menanyakan bilangan
yang mewakili jumlah, ukuran, takaran, nilai, harga, satuan, waktu, misal:
Berapa harga beras per kilo?
Berapa orang yang hadir dalam acara ini?
Berapa panjang jembatan yang baru di bangun itu?
m. betapa, digunakan dalam bahasa yang arkais, seperti halnya
bagaimana, misal:
Betapa bicaramu?
n. bilamana, digunakan dalam ragam sastra untuk
menanyakan waktu, misal:
Bilamana Indonesia merdeka?
o. bukan, digunakan sesudah suatu pernyataan
untuk mengukuhkan proposisi dalam pernytaan itu, misal: Engkau jadi pergi, bukan?
p. bukankah, digunakan dalam awal kalimat untuk
mengukuhkan proposisi, misal:
Bukankah
engkau seorang dosen?
q. di mana, digunakan untuk menerangkan
tempat, misal: Di mana rumah barumu?
r.kenapa, digunakan untuk:
1) dalam ragam non-standar untuk
menanyakan sebab atau alasan (sama dengan mengapa), misal: Kenapa ia rela melakukan itu padaku?
2) dalam ragam non-standar untuk
menanyakan keadaan, misal: Kenapa
rambutmu?
s. mengapa, digunakan untuk menanyakan sebab,
alasan, atau perbuatan, misal:
Mengapa hari ini kamu terlihat aneh?
t. ngapain, digunakan dalam bahasa non-standar
untuk menanyakan sebab atau alasan, misal: Ngapain
kamu di sini?
u. siapa, digunakan untuk:
1) menanyakan nomina, insane, misal: Siapa dosen berbaju ungu itu?
2) menanyakan nama orang, misal: Siapa nama ayah dan ibumu?
v. yang mana, digunakan untuk menanyakan
pilihan, misal:
Yang mana hendak engkau pilih?
w. masakan/masa, digunakan untuk menyatakan
ketidakpercyaan dan sifatnya retoris, misal: Katanya dia sudah pergi. Masa?
*Kata apa dalam kalimat tidak tahu aku apa yang mereka cari
bukan merupakan interogativa, tetapi pronominal.
*Kah tidak dipakai untuk melengkapi kata tanya yang dipakai
dalam ragam non-standar.
H. DEMONSTRATIVA
Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi
untuk menunjukkan sesuatu (antesenden) di dalam maupun di luar
wacana. Dari sudut bentuk dapat dibedakan berikut ini.
1. Demonstrativa dasar (itu
dan ini)
2. Demonstrativa turunan (berikut,
sekian)
3. Demonstrativa gabungan (di
sini, di situ, di sana, ini itu, sana sini)
Berdasarkan ada tidaknya antesenden dalam wacana demonstrativa
dibagi:
1. Demonstrativa Intratekstual (Endoforis)
Demonstrativa ini menunjukkan sesuatu yang terdapat dalam
dalam wacana dan bersifat ekstrakalimat. Demonstrativa ekstrakalimat bersifat
anaforis (itu, begitu, demikian, sekian, sebegitu, sedemikian) dan kataforis
(begini, berikut, sebagai berikut).
2. Demonstrativa Ekstratekstual (Eksoforis atau deiktis)
Demonstrativa ini menujukkan sesuatu yang ada di luar
bahasa, dan dapat dibagi atas jauh dekatnya antesenden dari pembicara, yaitu:
proksimal (dekat) sini
semi-proksimal (agak dekat) situ
distal (jauh) sana
*Jika demonstrativa-demonstrativa di
atas digabungkan dengan preposisi, maka akan terjadi gabungan kedua kelas itu
dengan klasifikasi:
‘diam’ ‘bergerak’
proksimal di sini ke
sini dari sani
semi-proksimal di situ ke situ dari
situ
distal di sana ke
sana dari sana
*Gabungan ke sini bermakna
sama dengan ke mari (gabungan
preposisi dan interjeksi). Demonstrativa seperti halnya dengan nomina,
pronominal, dan interogativa, dapat berdiri sendiri ataupun dapat menjadi
modifikator atau atribut dalam frasa, misalnya:
Ini cincinnya.
Cincin ini imitasi.
I.
ARTIKULA
Artikula
dalam bahasa Indonesia adalah
kategori yang mendampingi nomina dasar misalnya si kancil, sang matahari, para pelajar, nomina deverbal (si
terdakwa, si tertuduh), pronominal (si dia, sang aku), dan verba pasif (kaum
tertindas, si tertindas). Artikula berupa partikel, jadi tidak berafiksasi.
Berdasarkan ciri semantis gramatikal
artikula dibedakan sebagai berikut.
1. Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan nomina
singularis, jadi bermakna spesifikasi. Artikula tersebut adalah:
si
|
dapat bergabung dengan nomina singularis, baik nomina
persona, satwa maupun benda ajektiva, pronominal, dan menyatakan ejekan,
keakraban, dan personifikasi.
|
sang
|
digunakan untuk meninggikan harkat kata yang
didampinginya, biasanya bergabung dengan nomina, baik persona, satwa, maupun
benda yang menyatakanpersonifikasi misalnya Sang Saka, Sang Merah
Putih, sang juga menyatakan maksud
mengejek atau menghormati, misalnya sang
suami, sang guru, sang juara, dll.
|
sri
|
dipakai untuk mengkhususkan orang yang sangat dihormati,
misalnya Sri Baginda, Sri Ratu, Sri
Paus.
|
hang dan
dang
|
dipakai untuk menerangkan nama pria dan wanita dalam
sastra lama.
|
2. Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan suatu kelompok,
yaitu:
para
|
digunakan untuk mengkhususkan kelompok, misalnya para guru, para mahasiswa, para ibu, para
hadirin.
|
kaum
|
digunakan untuk mengkhususkan kelompok yang berideologi
sama, misalnya kaum buruh, kaum
teroris, kaum wanita, kaum duafa.
|
umat
|
digunakan untuk mengkhususkan kelompok yang berlatar
belakang agama yang sama, misalnya: umat
Islam, umat Kristiani, umat manusia.
|
*Dalam
karangan inidibedakan antara nomina deverbal dengan verba pasif. Dalam bentuk
si terdakwa prosesnya merupakan deverbalisasi, baru digabung dengan artikel si, sedangkan dalam bentuk kaum tertindas perubahan kelasnya tidak
serapih itu. Yang terjadi bukan deverbalisasi tertindas, melainkan perubahan
kelas yang terjadi dalam gabungan si +
tertindas.
*Gabungan
antara artikula dengan verba pasif membentuk nomina.
*Kaum
dan umat merupakan artikula denominal. Kaum
Muslimin dan umat Islam merupakan
frasa nominal (gabungan nomina+nomina), tapi kemudian kata kaum dan umat dipisahkan
dan bergabung dengan kata-kata lain sehingga menjadi artikula.
J.
PREPOSISI
Preposisi adalah kategori yang terletak di
depan kategori lain (terutama nomina) sehingga terbentuk frasa eksosentris direktif.
Ada tiga jenis preposisi, yaitu sebagai berikut.
1. Preposisi dasar (tidak dapat mengalami proses morfologis).
2. Preposisi turunan, terbagi atas:
a. Gabungan preposisi dan preposisi
b. Gabungan preposisi dan
non-preposisi.
Bentuk-bentuk preposisi yang hampir serupa dengan gabungan preposisi + preposisi dapat berpola:
preposisi + nomina lokal +
antara
atas
balik
bawah
di belakang
ke + dalam + nomina atau frasa nomina lain.
dari dekat
depan
hadapan
luar
muka
Contoh: di atas gedung, di muka
bumi, di tengah-tengah kota
Ada gabungan
preposisi + preposisi yang membentuk pola frasa:
Preposisi1 + {} + preposisi2
+ {}
Contoh:
Ia belanja dari
toko ke toko.
Sejak dulu hingga sekarang aku masih menunggu.
Dari Semarang sampai Jakarta ia tempuh demi orangtaunya.
Antara saya dengan dia
hanya sahabat dekat saja.
3. Preposisi yang berasal dari kategori lain (misalnya pada dan tanpa) termasuk beberapa preposisi yang berasal dari kelas lain
yang berafiks se- (selain, semenjak,
sepanjang, sesuai, dsb).
Daftar
Preposisi
akan
akibat
antar
antara
antara ... dengan
bagai
‘bagaikan
bagi
bak
berbeda dengan
berhadapan
berhadapan dengan
berhubung
berhubung dengan
berkat
berkenaan dengan
berlainan dengan
berlawanan dengan
bersamaan dengan
bersangkutan dengan
bertentangan dengan
bertolak dari
buat (non standar)
dalam
dari
dari antara
daripada
dari ... ke
dari ... sampai
demi
dengan
di
|
guna
guru
hingga
karena
ke
kecuali
kepada
ketimbang
kurang
laksana
lantaran
lewat
melalui
mengenai
mengingat
mengingat akan
menjelang
menuju
menuju ke
menurut
menyangkut
oleh
oleh karena
oleh sebab
pada
pasal
per
peri
perihal
perkara
sama (non standard)
|
sampai
sampai dengan
sebagai
sebagaimana
secara
sedari
seiring
sejajar
sejak
sejalan
sekeliling
sekitar
selain
selain daripada
selama
selaras
semacam
semenjak
seperti
sepanjang
sesuai dengan
tanpa
tentang
terhadap
tinimbang
untuk
waktu
|
Preposisi
Dasar
|
Turunan- Gabungan
|
Turunan Pindahan Kelas
|
||
Berafiks
|
||||
Denominal
|
Deverbal
|
Dekonjungsional
|
||
bak
dari
demi
dengan
di
oleh
ke
sejak
seperti
|
daripada
kepada
oleh karena
oleh sebab
sejak dari
selain dari
selain daripada
sejak ... hingga
dari ... ke
sejak ... sampai
antara ... dengan
|
bagaikan
lantaran
sebagai
secara
sekeliling
sekitar
selama
semacam
sepanjang
seingat
|
melalui
mengenai
mengingat
menjelang
menimbang
menuju
menurut
terhadap
tinimbang
ketimbang
berhubung
menyangkut
seiring
|
sebagaimana
selain
semenjak
|
Preposisi
dalam Pemakaian
1. Parasanya bak bidadari yang turun dari langit.
2. Demi sesuap nasi ia meninggalkan anak
dan istri ke negeri orang.
3. Selama kekasihnya pergi, ia selalu
sendiri.
4. Para buruh demo karena gajinya tidak dibayarkan.
5. Menjelang senja dikayuhnya perahu ke laut.
6. Mengingat usia yang sudah tua, Ani tidak mau
menunggu lama lagi untuk menikah.
7. Sebelum tidur diceritakannya peri persahabatan antara kura-kura dank
era.
8. Akibat kemarau panjang banyak daerah
kekeringan.
9. Sebenarnya antara aku dan dia saling mencintai, tapi sama-sama tidak mau
mengakui.
10. Tanpa kehadirannya, aku tidak akan
berangkat.
K. KONJUNGSI
Konjungsi adalah kategori yang berfungsi
untuk meluaskan satuan lain dalam kontruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan
dua satuan lain atau lebih dalam kontruksi. Konjungsi menghubungkan
bagian-bagian ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran.
Contoh:
(a)
Dia
marah karena saya.
(b)
Dia
marah karena saya meninggalkannya.
(c)
Adik
saya dua orang yaitu Adit dan Byan.
Dalam kalimat (a) karena merupakan preposisi, karena
diikuti oleh satuan kata sehingga merupakan konstruksi eksosentris, sedangkan
dalam kalimat (b) karena merupakan konjungsi, karena menghubungkan klausa
dengan klausa. Dalam kalimat (c) konjungsi yaitu
berperan sebagai penghubung klausa dan sekaligus berperan sebagai penunjuk
anaforis. Contoh lain adalah begitu
dalam kalimat Begitu datang ia langsung
menangis.
Di samping itu, terdapat beberapa
konjungsi yang merupakan gabungan se-
+ verba, misalnya sedatang, sehabis,
selepas, selagi, dan sebagainya. Konjungsi semacam ini mempunyai fungsi dan
makna gabungan konjungsi dan verba.
Menurut
posisinya konjungsi dibagi menjadi berikut ini.
1.
Konjungsi Intra-kalimat, yaitu konjungsi yang menghubungkan satuan-satuan kata
dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Konjungsi itu
yaitu:
agar
agar supaya
akan tetapi
alih-alih
andaikata
apabila
asal
asalkan
atau
bahwa
bahwasanya
baik ... ataupun
baik ... baik
baik ... maupun
begitu
begitu ... begitu
berhubung
bertambah ... bertambah
biar
biarpun
biar ... asal
bilamana
boro-boro (non standar)
dan
dan lagi
|
daripada
demi
di mana
di mana ... di situ
di samping
entah-entah
gara-gara
hanya
hingga
jangan-jangan
jangankan
jangankan ... selang
jika
jikalau
jika kiranya
kalau
kalau-kalau
kalaupun
karena
kecuali
kemudian
kendati
kendatipun
ketika
kian ... kian
lagi
lalu
|
lamun
lantaran
lantas
lebih-lebih
maka
makin-makin
manakala
manalagi
melainkan
mentang-mentang
meski
meskipun
misalnya
namun
nan
oleh karena
padahal
sambil
sampai
sampai-sampai
seakan-akan
seandainya
sebab
sedang
sedangkan
sehingga
sekalipun
|
sekiranya
sembari
sementara
seolah-olah
seraya
serta
sesungguhnya
setelah sudah ... maka
supaya
tapi
tatkala
tempat
tengah
tetapi
tiap kali
umpamanya
waktu
walau
walaupun
yang (relatif:non -standar)
ya...ya
yaitu
yakni
|
2.
Konjungsi Ektra-kalimat, yang terbagi lagi atas:
(a)
Konjungsi intratekstual, yaitu menghubungkan kalimat dengan kalimat, atau paragraph
dengan paragraph, yaitu:
akan tetapi
apalagi
bahkan
biarpun demikian
biarpun begitu
dan
dan lagi
dalam pada itu
di samping itu
itu pun
|
kecuali
kemudian lagi pula
lebih-lebih lagi
maka
maka itu
malah
malahan
mana lagi
manapula
meskipun begitu
|
meskipun demikian
oleh karena itu
sebaliknya
sekalipun begitu
sekalipun demikian
sebelumnya
selain itu
selanjutnya
sementara itu
sesudah itu
|
sesungguhnya
setelah itu
sungguhpun demikian
sungguhpun begitu
tambahan lagi
tambahan pula
walaupun demikian
|
(b)
Konjungsi ektratekstual, yang menghubungkan dunia di luar bahasa dengan wacana,
yaitu:
adapun
alkisah
arkian
|
begitu
hatta
hubaya-hubaya
|
maka
maka itu
mengenai
|
sebermula
syahdan
omong-omong (non-standar)
teringatnya
|
Tugas
konjungsi sesuai
dengan makna satuan-satuan yang dihubungkan oleh konjungsi dibedakan sebagai
berikut.
1. Penambahan, misalnya: dan, selain, tambahan lagi, bahkan.
2. Urutan, misalnya: lalu, lantas, kemudian.
3. Pilihan, misalnya: atau, entah ... entah.
4. Gabungan, misalnya: baik ... maupun.
5. Perlawanan, misalnya: tetapi, hanya, sebaliknya.
6. Temporal, misalnya: ketika, setelah itu.
7. Perbandingan, misalnya: sebagaimana, seolah-olah.
8. Sebab, misalnya: karena, lantaran.
9. Akibat, misalnya: sehingga, sampai-sampai.
10.
Syarat, misalnya: jikalau, asalkan.
11.
Tak bersyarat, misalnya: meskipun,
biarpun.
12.
Pengandaian, misalnya: andai kata,
sekiranya.
13.
Harapan, misalnya: andai kata,
sekiranya, seumpama.
14.
Perluasan, misalnya: yang, di mana,
tempat.
15.
Pengantar obyek, misalnya: bahwa,
yang.
16.
Cara, misalnya: sambil, seraya.
17.
Perkecualian, misalnya: kecuali,
selain.
18.
Pengantar wacana, misalnya:
sebermula, adapun, maka.
*Konstruksi hipotaktis adalah frasa gabungan atau klausa gabungan
yang secara lahiriah mempergunakan penghubung, sedangkan yang tidak menggunakan
penghubung disebut konstruksi
parataktis.
Pemakaian
konjungsi, misalnya:
1. Kamu harus rajin belajar agar dapat lulus ujian.
2. Jangan berunding karenaketakutan, akan tetapi jangan takut
untuk berunding.
3. Bertambah lama dipandang, bertambah cantik saja parasnya.
4. Dia atau diriku yang kau pilih?
5. Andaikata aku orang kaya, aku akan keliling dunia bersamamu.
6. Kau boleh pergi asal jangan pulang terlalu malam.
7. Baik mahal ataupun murah tidak akan kubeli.
8. Berhubung sudah terlambat maka saya terburu-buru berangkat
ke kampus.
9. Jangankan bunga, emas pun tidak akan kuterima darimu.
10. Kendatipun engkau berada jauh, aku
akan tetap merindukanmu.
L. KATEGORI
FATIS
Kategori
fatis adalah
kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi
antara pembicara dan lawan bicara. Kelas kata ini terdapat dalam dialog atau
wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan
kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam bahasa lisan
(non-standar) sehingga kebanyakan kalimat-kalimat non-standar banyak mengandung
unsur-unsur daerah atau dialek regional.
Bentuk-bentuk fatis misalnya di awal
kalimat Kok kamu melamun?, di tengah
kalimat, misalnya Dia kok bisa ya menulis
puisi seindah ini?, dan di akhir kalimat, misalnya Aku juga kok! Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya
kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat, misalnya –lah atau pun.
Bentuk
dan Jenis Kategori Fatis, dapat
diuraikan sebagai berikut.
1.
Partikel dan Kata Fatis
a. ah,
menekankan rasa penolakan atau rasa acuh tak acuh, misalnya:
“Ayo ah kita pergi!”, “Ah yang benar
saja kau!”
b. ayo,
menekankan ajakan, misalnya: “Ayo kita
pergi!”, “Kita pergi yo!”
Ayo mempunyai variasi yo bila diletakkan di akhir kalimat. Ayo
juga bervariasi dengan ayuk dan ayuh.
c. deh, digunakan untuk menekankan:
1)
pemaksaan dengan membujuk, misalnya:
“Makan deh, jangan malu-malu!”
2)
pemberian persetujuan, misalnya: “Boleh deh!”
3)
pemberian garapan, misalnya: “Makanan dia enak deh!”
4)
sekadar penekanan, misalnya: “Jadi benci deh sama dia!”
d. dong, digunakan untuk:
1) Menghaluskan perintah, misalnya: “Bagi dong kuenya!”
2) Menekankan kesalahan lawan bicara, misalnya: “Ya jelas dong!”
e. ding,
menekankan pengakuan kesalahan pembicara, misalnya: “Eh, iya ding salah!”
f. halo, digunakan untuk:
1)
Memulai dan mengukuhkan pembicaraan
di telepon, misalnya: “Halo?”
2) Menyalami kawan bicara yang dianggap akrab, misalnya: “Halo, lama tak jumpa?”
g. kan, apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka
kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan tugasnya ialah
menekankan pembuktian, misalnya: “Kan dia
sudah tahu!”, “Bisa saja kan?”
Apabila kan terletak di tengah kalimat, maka kan juga
bersifat menekankan pembuktian atau bantahan, misalnya: “Tadi kan sudah dikasih tahu!”
h. kek, mempunyai tugas:
1) menekankan pemerincian, misalnya: “Elu kek, gue kek, sama saja.”
2) menekankan perintah, misalnya: “Cepetan kek, kenapa sih?”
3) menggantikan kata saja, misalnya: “Elu kek yang pergi!”
i. kok,
menekankan alasan dan pengingkaran, misalnya: “Saya cuma ketiduran sebentar kok!”, “Kok begitu sih?”, “Dia kok yang
ambil bukuku!”
kok dapat juga bertugas sebagai
pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat,
misalnya: “Kok sakit-sakit pergi juga?”
j. –lah,
menekankan kalimat imperatif, dan penguat sebutan dalam kalimat, misalnya:
“Tutuplah pintu kamar itu!”, “Biar sayalah yang pergi.”
k. lho, bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi
yang menyatakan kekagetan, misalnya: “Lho,
kok jadi gini sih?”
Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian,
misalnya: “Saya juga mau lho.”
l. mari,
menekankan ajakan, misalnya: “Mari
makan.”
m. nah, selalu terletak pada awal kalimat
dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain,
misalnya: “Nah, sekarang bacalah cerpen
ini!”
n. pun,
selalu terletak pada ujung konstituen pertama dan bertugas menonjolkan bagian
tersebut, misalnya: “Membaca pun ia tidak
bisa.”
o. selamat, diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau
mengalami sesuatu yang baik, misalnya: “Selamat
ya, tulisanmu dimuat lagi di koran.”
p. sih, memiliki tugas:
1)
menggantikan tugas –tah dan –kah, misalnya: “Apa sih maunya
itu orang?”
2)
sebagai makna ‘memang’ atau
‘sebenarnya’, misalnya: “Bagus sih bagus,
tapi harganya selangit!”
3) menekankan alasan, misalnya: “Abis dia nakal sih!”
q. toh, bertugas menguatkan maksud, ada kalanya memiliki arti yang
sama dengan tetapi, misalnya: “Saya toh
tidak merasa bersalah.”
r. ya, bertugas:
1) mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan
bicara, bila dipakai pada awal ujaran, misalnya: “Ya aku mencintaimu.”
2) minta persetujuan atau pendapat kawan bicara, bila dipakai
pada akhir ujaran, misalnya: ”Jangan
pergi ya?”, “Ke mana ya?”
s. yah, digunakan pada awal atau tengah-tengah ujaran, tapi tidak
pernah di akhir ujaran untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian
terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam
kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran: atau keragu-raguan atau
ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila dipakai di
tengah ujaran, misalnya:
“Yah, apa aku bisa melakukannya?”
2.
Frase Fatis
a. frase dengan selamat
digunakan untuk memulai dan mengakhiri interaksi antara pembicara dan lawan
bicara sesuai dengan keperluan dan situasinya, misalnya:
selamat pagi selamat
malam selamat jalan
selamat siang selamat
tidur selamat makan
selamat sore selamat
jumapa selamat berulang tahun
b. terima kasih digunakan setelah pembicara merasa
mendapatkan sesuatu dari kawan bicara.
c. turut berduka cita digunakan sewaktu pembicara
menyampaikan bela sungkawa.
d. assalamu’alaikum digunakan pada waktu pembicara
memulai interaksi.
e. wa’alaikumsalam digunakan untuk membalas kawan
bicara yang mengucapkan assalamu’alaikum.
f. insya Alloh diucapkan oleh pembicara ketika
menerima tawaran mengenai sesuatu dari kawan bicara.
Selain frase fatis dalam ragam tulis, ada pula frase fatis
ragam lisan, misalnya:
g. dengan hormat digunakan penulis pada awal surat
h. hormat saya, salam takzim, wassalam digunakan penulis pada akhir surat.
M.INTERJEKSI
Interjeksi
adalah kategori yang bertugas
mengungkapkan perasaan pembicara: dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan
kata-katalain dalam ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu
mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri.
Interjeksi
dapat ditemui dalam:
1.
Bentuk dasar, yaitu: aduh, aduhai,
ah, ahoi, ai, amboi, asyoi, ayo, bah, cih, cis, eh, hai, idih, ih, lho, oh,
nak, sip, wah, wahai, yaaa.
2.
Bentuk tururnan, biasanya berasal dari kata-kata biasa, atau pengalan
kalimat Arab, contoh: alhamdulillah,
astaga, brengsek, buset, dubilah, duilah, insya Alloh, masyallah, syukur, halo,
innalillahi, yahud.
Jenis
interjeksi dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Interjeksi seruan atau panggilan minta perhatian: ahoi, ayo, eh, halo, hai, he, sst, wahai.
2. Interjeksi keheranan atau kekaguman: aduhai, ai, amboi, astaga, asyoi, hm, wah, yahud.
3. Interjeksi kesakitan: aduh.
4. Interjeksi kesedihan: aduh.
5. Interjeksi kekecewaan dan sesal: ah, brengsek, buset, wah, yaa.
6. Interjeksi kekagetan: lho,
masyaallah, astaghfirullah.
7. Interjeksi kelegaan: Alhamdulillah,
nah, syukur.
8. Interjeksi kejijikan: bah,
cih, cis, hii, idih, ih.
N.
PERTINDIHAN KELAS
Kategori
kata sebagaimana disajikan di atas belum dapat dianggap selesai kalau belum
memecahkan persoalan yang terdapat dalam contoh berikut:
1. Kucing saya mati
kemarin.
2. Mati itu bukan akhir segalanya.
3. Ini harga mati.
Dalam
menghadapi kenyataan tersebut dapat mengambil tiga jalan; yang pertama, menggolongkan
contoh pertama atas tiga kategori, yaitu:
Mati1 sebagai verba intransitif
Mati2 sebagai nomina
Mati3 sebagai verba intransitif
(atributif)
Dasarnya
ialah pendirian bahwa fungsi gramatikal tidak dapat dipergunakan sebagai ciri
kelas kata, jadi subyek tidak bisa dipakai sebagai ciri nomina atau prediakt
sebagai ciri verba.